Setiap orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini. Karena itu kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan kita agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama’ waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya.
Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu.
Namun, Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata, Allah hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلُ الْقُرَى امَنُوا وَالتَّقَوا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكتٍ مِنَ السَّمَآءِ وَالاَرْضِ وَلكِنَّ كَذَّبُوا فَاَخَذْنهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُون
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS 7:96).
Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.
Bentuk Keberkahan
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk.
Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh. Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.
Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya’kub. Di dalam Al-Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya:
وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ.قَالَتْ يَا وَيْلَتَا أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ. قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah perempuan seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah" (QS Hud:71-73).
Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Disamping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya:
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS al-Maidah:88).
Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang artinya:
يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (7:31).
Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien. Sudah begitu banyak manusia yang mengalami kerugian dalam hidup ini karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang artinya:
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (QS al-‘Asr:1-3).
Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: Demi malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (92:1-7).
Kunci Keberkahan
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu.
1. Iman dan Taqwa Yang Benar.
Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Salah satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah firman Allah yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri/muslim (QS Ali ‘Imran:102).
Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu’min dalam bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimananpun juga dan dimanapun dia berada.
2. Berpedoman kepada Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya:
وَهَذَا ذِكْرٌ مُبَارَكٌ أَنْزَلْنَاهُ أَفَأَنْتُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ
Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS al-Ambiya’:50).
Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari Allah Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an, selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidup ini.
Khutbah Jum’at – 20080627
Posted on July 3, 2008 by It's Me
Tiap orang ingin hidup bahagia, sehingga mereka berusaha untuk menggapainya. Pertanyaannya, bahagia seperti apa yg diinginkan, atau bahagia seperti apa yg hendak dicapai? Apakah uang yg banyak? Jabatan? Dengan demikian, bahagia adalah sesuatu yg relatif.
Hadits tentang kebahagiaan,“Ada 4 faktor kebahagiaan, yakni mempunyai istri yg sholehah, anak yg berbakti, teman yg baik, dan rejeki (halal) yg diusahakan sendiri.”
Istri Sholehah
Sifat-sifat istri sholehah terdapat di An Nisa(4):34,“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Sebaik-baik istri adalah istri (shalehah) yg membahagiakan, sebagaimana disebut dalam hadits,“Sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri salehah, jika kamu lihat maka menyenangkanmu wajahnya, jika kamu minta sesuatu darinya maka memuaskanmu akhlaknya, jika kamu tak dirumah maka dijaganya dirinya, hartamu & anak2mu, jika kamu dekat dengannya maka sayang & ridho kamu padanya, jika kamu jauh darinya maka rindu kamu padanya.”
Dengan demikian, seorang istri hendaknya:
- Bermuka manis (tidak cemberut bila uang belanja kurang)
- Patuh dan setia (selama perintah suami tidak bertentangan dengan agama)
- Memelihara amanah dari suami
- Memelihara silaturahim dengan lingkungan sekitar
- Tidak pergi tanpa ijin suami
- Menyimpan aib (suami dan keluarga)
Anak Berbakti
Anak merupakan ‘masalah’ yg mesti dihadapi hari ini dan masa depan. Harapan orang tua terhadap anak adalah si anak menjadi kebanggaan. Oleh karenanya, seorang anak mesti berbakti, dengan mematuhi perintah orang tua selama tidak bertentangan dengan agama.
Orang tua mesti membekali dengan pendidikan dunia dan akhirat. Dengan demikian, anak menjadi anak sholeh, yg berguna bagi masyarakat dan agama. Jadikan anak sebagai anak sholeh dan bermanfaat, agar menjadi tabungan akhirat kelak.
Doa-doa untuk mendapatkan anak yg sholeh:
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” Al Furqaan(25):74
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” Ash Shaaffaat(37):100
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, — atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” Asy Syura(42):49-50
Teman (Lingkungan) yg Baik
Masalah peraulan menjadi faktor penentu dalam sosial. Saling menghormati, tolong menolong, akan membawa kebahagiaan. Rasululloh SAW sudah contohkan, bahwa meski hidup dalam kondisi yg sederhana, tapi kebahagiaan selalu beliau rasakan.
Hal tersebut bisa dilakukan di jaman sekarang, selama kita bergaul dengan orang baik di tempat/lingkungan yg baik pula.
Rejeki yg Halal
Dengan adanya rejeki yg halal, maka ibadah akan diterima, karena salah satu faktor diteriimanya ibadah adalah makanan kita mesti berasal dari usaha yg baik dan halal.
Terkait dengan rejeki:
- Islam menyuruh umatnya untuk mencari rejeki yg halal dan baik. “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Al Jumu’ah(62):10
- Agar hidup dengan tenang, hiduplah dengan sederhana, jangan berlebihan (qana’ah).
Khutbah Jum’at – 20090227
Posted on March 28, 2010 by It's Me
Setiap orang tua mengharapkan anak-anaknya menjadi anak yg saleh. Untuk itu, mesti diperhatikan 2 kunci berikut, pertama, bermula dari diri sendiri sebagai orang tua. Sebagai orang tua, kita harus menunjukkan contoh yg baik sehingga bisa menjadi suri tauladan bagi anak-anak kita.
Kedua, pendidikan dimulai sejak anak masih berada dalam kandungan ibunya. Nabi Muhammad SAW senantiasa mengajarkan agar kita selalu meminta perlindungan kepada ALLOH SWT apabila menggauli istri (berhubungan suami istri), jika tidak, maka setan akan mendahului untuk mencampakkan benihnya dalam rahim isteri kita. Tidak heran jika anak-anak yg dilahirkan adalah anak-anak yg kasar tabiatnya.
Saat istri mengandung, pendidikan sudah bisa dilakukan. “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (As Sajdah(32):9)
Dari ayat di atas, terlihat bahwa ALLOH SWT menganugerahkan pendengaran pertama kali pada calon manusia tersebut. Disusul dengan penglihatan dan akal pikiran. Maka perdengarkanlah suara-suara yg membuat mereka tenang, terutama ayat-ayat Al Qur’an. Jangan perdengarkan kepada mereka kata2 kotor dan kata2 sesat yg akan membuat mereka menjadi pribadi2 berkepribadian kasar.
Anak-anak bisa diumpamakan seperti kain putih, dan orang tua adalah pihak yg mewarnainya. Sabda Rasululloh SAW,“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci bersih. Maka orang tuanyalah yg menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi” (HR Imam Hakim)
Untuk itu, sebagai orang tua mestilah mendidik anak2 mereka dengan pendidikan yg Islami, jangan campurkan/ajarkan pendidikan Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.
Beberapa hal yg mesti diajarkan kepada anak adalah bisa membaca dan memahami Al Qur’an dengan baik. Jangan biarkan anak-anak tidak bisa membaca Al Qur’an dan tidak mengetahui tanggung jawabnya sebagai orang Islam (muslim). Apabila seorang anak tidak bisa membaca, apalagi memahami Al Qur’an, maka dipastikan orang tua tersebut telah gagal melaksanakan tugasnya, terutama dalam membentuk anak saleh.
Khutbah Jum’at – 20090220
Posted on March 28, 2010 by It's Me
Seorang muslim dituntut untuk berbuat ihsan dalam kehidupan. Ihsan mempunyai arti baik dan/atau berbuat baik. Dengan demikian, seorang muslim hendaknya mengisi hari2nya di dunia dengan banyak berbuat kebaikan.
Ada beberapa bentuk ihsan yang bisa dilakukan oleh seorang muslim.
Pertama, memberikan nikmat atau sesuatu yang disenangi kepada orang lain. Pemberian ini dipandang sebagai tolok ukur kesempurnaan iman seorang muslim.
Kedua, berbuat baik dan menyebarkan kebaikan. Sikap ini lahir karena pelakunya menyadari perbuatan itu baikk dan diperintahkan agama agar dilakukan. Sikap ihsan lahir karena didukung pengetahuan seseorang tentang kebaikan. Semakin banyak pengetahuan seseorang, maka ia harus semakin menjadi lebih baik. “Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Al Baqarah(2):110) “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al Baqarah(2):148)
Ketiga, berbuat baik karena menyadari perbuatan itu dibalas oleh ALLOH SWT dengan yg lebih baik, di dunia dan akhirat. Perbuatan baik seseorang tidak akan disia-siakan ALLOH SWT, meskipun sedikit jumlahnya. “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (An Nisa(4):40)
Keempat, melakukan pekerjaan melebihi dari yang diwajibkan dengan tidak melanggar aturan, dan mengambil hak, kurang dari yg telah ditentukan. Bukan sebaliknya, melakukan pekerjaan kurang dari yg telah diwajibkan, sementara haknya ingin lebih besar dari yg pernah ditentukan/disepakati. Jadi, orang yg ihsan tidak pernah mengambil yg bukan haknya.
Dalam ibadah, ihsan diwujudkan dengan tidak hanya melaksanakan ibadah wajib, tetapi juga ibadah sunnah. Ihsan dalam ibadah tercapai jika pelaksanaannya memenuhi rukun, syarat, dengan yg terbaik dan ikhlas kepada ALLOH SWT. Ihsan diwujudkan pula dengan menghayati hakekat ibadah ketika pelaksanaannya dan sesudahnya.
Sementara, dalam kehidupan sehari-hari, ihsan diwujudkan dengan berusaha, melakukan yang terbaik dan menjadi yang terbaikk dalamm setiap aktifitas dengan tidak mengabaikan keterbatasan yang dia miliki.
Khutbah Jum’at – 20080328
Posted on April 2, 2008 by It's Me
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl(16):97) menyatakan bahwa ALLOH SWT TIDAK AKAN PERNAH MENGINGKARI JANJI-NYA.
Jika kita lihat bangsa Indonesia, terutama di daerah, kita akan melihat begitu banyak kemiskinan & kurangnya pendidikan. Indonesia sebagai zamrud khatulistiwa nyatanya masih banyak masyarakatnya yg berada dalam keadaan miskin & serba kekurangan. Ini seperti peribahasa ayam mati kelaparan di lumbung padi.
Sebagai kaum mayoritas, kaum muslim hendaknya menjadi motor bangsa.
Hal yg terbalik dengan negara Singapura. Negara non muslim, namun begitu mudah menemukan makanan, jarang ditemukan orang kelaparan. Apakah yg salah?
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At Taghaabun(64):11)
Dengan menelaah ayat di atas, kita bisa dapati bahwa kaum muslim Indonesia BELUM sepenuhnya beragama. Agama masih menjadi pelengkap semata tanpa ada spirit dalam kehidupan sehari-hari. Banyak contohnya, diantaranya banyak kepentingan kaum muslim yg ditelantarkan. Sementara sinetron lebih banyak disaksikan dibandingkan dengan acara agama. Orang lebih suka berada di belakang pada saat berjama’ah. Dengan kata lain TONTONAN MASIH DIUTAMAKAN DIBANDINGKAN TUNTUNAN.
Semoga ALLOH SWT melindungi kita dari tipuan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar