ASSALAMU'ALAIKUM Wr Wb. GIMNA KABAR TEMAN-TEMAN NARQWE MOGA SLALU DALAM LINDUNGAN SANG PENGUASA LANGIT DAN BUMI AND PESAN BUAT TEMAN-TEMAN NARQWE KITA HARUS SLALU MENJAGA NAMA BAIK NARQWE MAN HAYS LATEST OKE.......

NARQWE (MAN HAYS LATEST)

Rabu, 29 September 2010

Mengingat Kematian

يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.


Maasyiral Muslimin rahimakumullah
Tiada kata yang paling pantas kita senandungkan pada hari yang berbahagia ini melainkan kata-kata syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah mencurahkan kenikmatan- kepada kita sehingga kita berkumpul dalam majelis ini. Kita realisasikan rasa syukur kita dengan melakukan perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
Kemudian tidak lupa kami wasiatkan kepada diri kami pribadi dan kepada jama’ah semuanya, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena keimanan dan ketaqwaan merupakan sebaik-baik bekal menuju akhirat nanti.
Kehidupan seseorang di dunia ini dimulai dengan dilahirkan-nya seseorang dari rahim ibunya. Kemudian setelah ia hidup beberapa lama, iapun akan menemui sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari, kenyataan sebuah kematian yang akan menjemput-nya.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
“Tiap-tiap jiwa akan merasakan kematian dan sesungguhnya pada hari kiamatlah akan disempurnakan pahalamu, barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung dan kehidupan dunia hanyalah kehi-dupan yang memperdaya-kan”. (Ali-Imran: 185)
Ayat di atas adalah merupakan ayat yang agung yang apabila dibaca mata menjadi berkaca-kaca. Apabila didengar oleh hati maka ia menjadi gemetar. Dan apabila didengar oleh seseorang yang lalai maka akan membuat ia ingat bahwa dirinya pasti akan menemui kematian.
Memang perjalanan menuju akhirat merupakan suatu perjalanan yang panjang. Suatu perjalanan yang banyak aral dan cobaan, yang dalam menempuhnya kita memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Yaitu suatu perjalanan yang menentukan apakah kita termasuk penduduk surga atau neraka.
Perjalanan itu adalah kematian yang akan menjemput kita, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kita dengan alam akhirat. Karena keagungan perjalanan ini, Rasulullah telah bersabda:
لَوْتَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا.
“Andai saja engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. (Mutafaq ‘Alaih)
Maksudnya apabila kita tahu hakekat kematian dan keadaan alam akhirat serta kejadian-kejadian di dalamnya niscaya kita akan ingat bahwa setelah kehidupan ini akan ada kehidupan lain yang lebih abadi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la: 17).
Akan tetapi kadang kita lupa akan perjalanan itu dan lebih memilih kehidupan dunia yang tidak ada nilainya di sisi Allah.
Jama’ah Jum’at yang berbahagia.
Marilah kita siapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menyempurnakan perjalanan . Danitu, yaitu dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah marilah kita perbanyak taubat dari segala dosa-dosa yang telah kita lakukan. Seorang penyair berkata:
Lakukanlah bagimu taubat yang penuh pengharapan. Sebelum kematian dan sebelum dikuncinya lisan. Cepatlah bertaubat sebelum jiwa ditutup. Taubat itu sempurna bagi pelaku kebajikan.
Allah Subhannahu wa Ta’ala’ berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya”. (At-Tahrim:
Ingatlah wahai saudaraku.
Di kala kita merasakan pedihnya kematian maka Rasulullah sebagai makhluk yang paling dicintai oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala telah bersabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ.
“Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah, sesungguhnya di dalam kematian terdapat rasa sakit”. (H.R. Bukhari)
Ingatlah di kala nyawa kita dicabut oleh malaikat maut. Nafas kita tersengal, mulut kita dikunci, anggota badan kita lemah, pintu taubat telah tertutup bagi kita. Di sekitar kita terdengar tangisan dan rintihan handai taulan yang kita tinggalkan. Pada saat itu tidak ada yang bisa menghindarkan kita dari sakaratul maut. Tiada daya dan usaha yang bisa menyelamatkan kita dari kematian. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. (Qaaf: 19)
Allah juga berfirman:
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan-mu, kendatipun kamu berada di benteng yang kuat”. (An-Nisaa’: 78)
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Cukuplah kematian sebagai nasehat, cukuplah kematian menjadi-kan hati bersedih, cukuplah kematian menjadikan air mata berlinang. Perpisahan dengan saudara tercinta. Penghalang segala kenikmatan dan pemutus segala cita-cita.
Marilah kita tanyakan kepada diri kita sendiri, kapan kita akan mati ? Di mana kita akan mati ?
Demi Allah, hanya Allah-lah yang mengetahui jawabannya, oleh karenanya marilah kita selalu bertaubat kepada Allah dan jangan kita menunda-nunda dengan kata nanti, nanti dan nanti.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejelekan lantaran kejahilannya, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima oleh Allah taubatnya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejelekan (yang) hingga apabila datang kematian kepada seseorang di antara mereka, mereka berkata: Sesungguhnya aku bertaubat sekarang”. (An-Nisaa’: 17-18)
Sidang Jum’at yang berbahagia.
Marilah kita tanyakan kepada diri kita. apa yang menjadikan diri kita terperdaya dengan kehidupan dunia, padahal kita tahu akan meninggalkannya. Perlu kita ingat bahwa harta dan kekayaan dunia yang kita miliki tidak akan bisa kita bawa untuk menemui Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya amal shalihlah yang akan kita bawa nanti di kala kita menemui Allah.
Maka marilah kita tingkatkan amalan shaleh kita sebagai bekal nanti menuju akhirat yang abadi.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَسْلِمًا. أما بعد:
Marilah kita mencoba merenungi sisa-sisa umur kita, muhasabah pada diri kita masing-masing. Tentang masa muda kita, untuk apa kita pergunakan. Apakah untuk melaksanakan taat kepada Allah ataukah hanya bermain-main saja ? Tentang harta kita, dari mana kita peroleh, halalkah ia atau haram ? Dan untuk apa kita belanjakan, apakah untuk bersedekah ataukah hanya untuk berfoya-foya? Dan terus kita muhasabah terhadap diri kita dari hari-hari yang telah kita lalui.
Perlu kita ingat, umur kita semakin berkurang. Kematian pasti akan menjemput kita. Dosa terus bertambah. Lakukanlah taubat sebelum ajal menjemput kita. Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali lagi.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخَوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُواْ رَبَّنَا إِنَّكّ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نًافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ وَآَخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Oleh: Agus hasan Bashori, Lc

Mengingat Kematian
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.


Maasyiral Muslimin rahimakumullah
Tiada kata yang paling pantas kita senandungkan pada hari yang berbahagia ini melainkan kata-kata syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah mencurahkan kenikmatan- kepada kita sehingga kita berkumpul dalam majelis ini. Kita realisasikan rasa syukur kita dengan melakukan perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
Kemudian tidak lupa kami wasiatkan kepada diri kami pribadi dan kepada jama’ah semuanya, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena keimanan dan ketaqwaan merupakan sebaik-baik bekal menuju akhirat nanti.
Kehidupan seseorang di dunia ini dimulai dengan dilahirkan-nya seseorang dari rahim ibunya. Kemudian setelah ia hidup beberapa lama, iapun akan menemui sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari, kenyataan sebuah kematian yang akan menjemput-nya.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
“Tiap-tiap jiwa akan merasakan kematian dan sesungguhnya pada hari kiamatlah akan disempurnakan pahalamu, barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung dan kehidupan dunia hanyalah kehi-dupan yang memperdaya-kan”. (Ali-Imran: 185)
Ayat di atas adalah merupakan ayat yang agung yang apabila dibaca mata menjadi berkaca-kaca. Apabila didengar oleh hati maka ia menjadi gemetar. Dan apabila didengar oleh seseorang yang lalai maka akan membuat ia ingat bahwa dirinya pasti akan menemui kematian.
Memang perjalanan menuju akhirat merupakan suatu perjalanan yang panjang. Suatu perjalanan yang banyak aral dan cobaan, yang dalam menempuhnya kita memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Yaitu suatu perjalanan yang menentukan apakah kita termasuk penduduk surga atau neraka.
Perjalanan itu adalah kematian yang akan menjemput kita, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kita dengan alam akhirat. Karena keagungan perjalanan ini, Rasulullah telah bersabda:
لَوْتَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا.
“Andai saja engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. (Mutafaq ‘Alaih)
Maksudnya apabila kita tahu hakekat kematian dan keadaan alam akhirat serta kejadian-kejadian di dalamnya niscaya kita akan ingat bahwa setelah kehidupan ini akan ada kehidupan lain yang lebih abadi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la: 17).
Akan tetapi kadang kita lupa akan perjalanan itu dan lebih memilih kehidupan dunia yang tidak ada nilainya di sisi Allah.
Jama’ah Jum’at yang berbahagia.
Marilah kita siapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menyempurnakan perjalanan . Danitu, yaitu dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah marilah kita perbanyak taubat dari segala dosa-dosa yang telah kita lakukan. Seorang penyair berkata:
Lakukanlah bagimu taubat yang penuh pengharapan. Sebelum kematian dan sebelum dikuncinya lisan. Cepatlah bertaubat sebelum jiwa ditutup. Taubat itu sempurna bagi pelaku kebajikan.
Allah Subhannahu wa Ta’ala’ berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya”. (At-Tahrim:
Ingatlah wahai saudaraku.
Di kala kita merasakan pedihnya kematian maka Rasulullah sebagai makhluk yang paling dicintai oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala telah bersabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ.
“Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah, sesungguhnya di dalam kematian terdapat rasa sakit”. (H.R. Bukhari)
Ingatlah di kala nyawa kita dicabut oleh malaikat maut. Nafas kita tersengal, mulut kita dikunci, anggota badan kita lemah, pintu taubat telah tertutup bagi kita. Di sekitar kita terdengar tangisan dan rintihan handai taulan yang kita tinggalkan. Pada saat itu tidak ada yang bisa menghindarkan kita dari sakaratul maut. Tiada daya dan usaha yang bisa menyelamatkan kita dari kematian. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. (Qaaf: 19)
Allah juga berfirman:
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan-mu, kendatipun kamu berada di benteng yang kuat”. (An-Nisaa’: 78)
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Cukuplah kematian sebagai nasehat, cukuplah kematian menjadi-kan hati bersedih, cukuplah kematian menjadikan air mata berlinang. Perpisahan dengan saudara tercinta. Penghalang segala kenikmatan dan pemutus segala cita-cita.
Marilah kita tanyakan kepada diri kita sendiri, kapan kita akan mati ? Di mana kita akan mati ?
Demi Allah, hanya Allah-lah yang mengetahui jawabannya, oleh karenanya marilah kita selalu bertaubat kepada Allah dan jangan kita menunda-nunda dengan kata nanti, nanti dan nanti.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejelekan lantaran kejahilannya, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima oleh Allah taubatnya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejelekan (yang) hingga apabila datang kematian kepada seseorang di antara mereka, mereka berkata: Sesungguhnya aku bertaubat sekarang”. (An-Nisaa’: 17-18)
Sidang Jum’at yang berbahagia.
Marilah kita tanyakan kepada diri kita. apa yang menjadikan diri kita terperdaya dengan kehidupan dunia, padahal kita tahu akan meninggalkannya. Perlu kita ingat bahwa harta dan kekayaan dunia yang kita miliki tidak akan bisa kita bawa untuk menemui Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya amal shalihlah yang akan kita bawa nanti di kala kita menemui Allah.
Maka marilah kita tingkatkan amalan shaleh kita sebagai bekal nanti menuju akhirat yang abadi.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَسْلِمًا. أما بعد:
Marilah kita mencoba merenungi sisa-sisa umur kita, muhasabah pada diri kita masing-masing. Tentang masa muda kita, untuk apa kita pergunakan. Apakah untuk melaksanakan taat kepada Allah ataukah hanya bermain-main saja ? Tentang harta kita, dari mana kita peroleh, halalkah ia atau haram ? Dan untuk apa kita belanjakan, apakah untuk bersedekah ataukah hanya untuk berfoya-foya? Dan terus kita muhasabah terhadap diri kita dari hari-hari yang telah kita lalui.
Perlu kita ingat, umur kita semakin berkurang. Kematian pasti akan menjemput kita. Dosa terus bertambah. Lakukanlah taubat sebelum ajal menjemput kita. Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali lagi.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخَوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُواْ رَبَّنَا إِنَّكّ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نًافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ وَآَخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Oleh: Agus hasan Bashori, Lc

Cepat atau lambat, manusia akan menghadapi/merasakan kematian. ALLOH SWT sendiri sudah menegaskan hal ini, sebagaiman tertulis di Al Imran(3):185,“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Siapapun, di manapun, manusia PASTI akan bertemu kematian, karena tidak ada seorangpun manusia yg bisa menghindar dari kematian, termasuk Rasululloh SAW. Benteng yg kokoh, gunung yg tinggi, ruangan yg tertutup rapat, tidak akan bisa menghalangi kematian untuk datang. Hal ini juga sudah disebutkan ALLOH SWT,“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?”(An Nisa(4):78)
Sikap manusia dalam menghadapi kematian itu berbeda-beda. Ada yg takut mati, ada yg ingin mati, ada yg malah mempercepat waktu kematiannya (bunuh diri).
Ingat mati sangatlah dianjurkan dalam agama. Rasululloh SAW sendiri sudah menjelaskan hal ini. “Perbanyaklah mengingat kematian. Seorang hamba yang banyak mengingat mati maka Allah akan menghidupkan hatinya dan diringankan baginya akan sakitnya kematian.” (HR. Ad-Dailami), dan “Orang yg paling cerdas adalah orang yg paling banyak ingatannya kepada kematian.” (HR Ibnu Majah)
Orang yg selalu mengingat kematian akan mengurangi perbuatan dosa, karena dia tahu bahwa perbuatannya itu akan dimintai tanggung jawabnya di akhirat kelak.
Semoga kita menjadi orang2 yg selalu mengingat kematian. Aamiin.
artikel terkait:

Khutbah Jum'at: Mengingat Kematian
Rabu, 04 Oktober 06 - by : pdmbontang
Maasyiral Muslimin rahimakumullah
Tiada kata yang paling pantas kita senandungkan pada hari yang berbahagia ini melainkan kata-kata syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah mencurahkan kenikmatan- kepada kita sehingga kita berkumpul dalam majelis ini. Kita realisasikan rasa syukur kita dengan melakukan perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.

Kemudian tidak lupa kami wasiatkan kepada diri kami pribadi dan kepada jama’ah semuanya, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena keimanan dan ketaqwaan merupakan sebaik-baik bekal menuju akhirat nanti.

Kehidupan seseorang di dunia ini dimulai dengan dilahirkan-nya seseorang dari rahim ibunya. Kemudian setelah ia hidup beberapa lama, iapun akan menemui sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari, kenyataan sebuah kematian yang akan menjemput-nya.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

“Tiap-tiap jiwa akan merasakan kematian dan sesungguhnya pada hari kiamatlah akan disempurnakan pahalamu, barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung dan kehidupan dunia hanyalah kehi-dupan yang memperdaya-kan”. (Ali-Imran: 185)

Ayat di atas adalah merupakan ayat yang agung yang apabila dibaca mata menjadi berkaca-kaca. Apabila didengar oleh hati maka ia menjadi gemetar. Dan apabila didengar oleh seseorang yang lalai maka akan membuat ia ingat bahwa dirinya pasti akan menemui kematian.

Memang perjalanan menuju akhirat merupakan suatu perjalanan yang panjang. Suatu perjalanan yang banyak aral dan cobaan, yang dalam menempuhnya kita memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Yaitu suatu perjalanan yang menentukan apakah kita termasuk penduduk surga atau neraka.

Perjalanan itu adalah kematian yang akan menjemput kita, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kita dengan alam akhirat. Karena keagungan perjalanan ini, Rasulullah telah bersabda:

لَوْتَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا.

“Andai saja engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. (Mutafaq ‘Alaih)

Maksudnya apabila kita tahu hakekat kematian dan keadaan alam akhirat serta kejadian-kejadian di dalamnya niscaya kita akan ingat bahwa setelah kehidupan ini akan ada kehidupan lain yang lebih abadi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la: 17).
Akan tetapi kadang kita lupa akan perjalanan itu dan lebih memilih kehidupan dunia yang tidak ada nilainya di sisi Allah.

Jama’ah Jum’at yang berbahagia.
Marilah kita siapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menyempurnakan perjalanan itu, yaitu dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah . Dan marilah kita perbanyak taubat dari segala dosa-dosa yang telah kita lakukan. Seorang penyair berkata:

Lakukanlah bagimu taubat yang penuh pengharapan. Sebelum kematian dan sebelum dikuncinya lisan. Cepatlah bertaubat sebelum jiwa ditutup. Taubat itu sempurna bagi pelaku kebajikan.

Allah Subhannahu wa Ta'ala’ berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya”. (At-Tahrim: 8)
Ingatlah wahai saudaraku.

Di kala kita merasakan pedihnya kematian maka Rasulullah sebagai makhluk yang paling dicintai oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala telah bersabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ.

“Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah, sesungguhnya di dalam kematian terdapat rasa sakit”. (H.R. Bukhari)

Ingatlah di kala nyawa kita dicabut oleh malaikat maut. Nafas kita tersengal, mulut kita dikunci, anggota badan kita lemah, pintu taubat telah tertutup bagi kita. Di sekitar kita terdengar tangisan dan rintihan handai taulan yang kita tinggalkan. Pada saat itu tidak ada yang bisa menghindarkan kita dari sakaratul maut. Tiada daya dan usaha yang bisa menyelamatkan kita dari kematian. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. (Qaaf: 19)

Allah juga berfirman:
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan-mu, kendatipun kamu berada di benteng yang kuat”. (An-Nisaa’: 78)

Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Cukuplah kematian sebagai nasehat, cukuplah kematian menjadi-kan hati bersedih, cukuplah kematian menjadikan air mata berlinang. Perpisahan dengan saudara tercinta. Penghalang segala kenikmatan dan pemutus segala cita-cita.

Marilah kita tanyakan kepada diri kita sendiri, kapan kita akan mati ? Di mana kita akan mati ?

Demi Allah, hanya Allah-lah yang mengetahui jawabannya, oleh karenanya marilah kita selalu bertaubat kepada Allah dan jangan kita menunda-nunda dengan kata nanti, nanti dan nanti.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejelekan lantaran kejahilannya, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima oleh Allah taubatnya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejelekan (yang) hingga apabila datang kematian kepada seseorang di antara mereka, mereka berkata: Sesungguhnya aku bertaubat sekarang”. (An-Nisaa’: 17-18)

Sidang Jum’at yang berbahagia.
Marilah kita tanyakan kepada diri kita. apa yang menjadikan diri kita terperdaya dengan kehidupan dunia, padahal kita tahu akan meninggalkannya. Perlu kita ingat bahwa harta dan kekayaan dunia yang kita miliki tidak akan bisa kita bawa untuk menemui Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya amal shalihlah yang akan kita bawa nanti di kala kita menemui Allah.

Maka marilah kita tingkatkan amalan shaleh kita sebagai bekal nanti menuju akhirat yang abadi.

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَسْلِمًا. أما بعد:


Marilah kita mencoba merenungi sisa-sisa umur kita, muhasabah pada diri kita masing-masing. Tentang masa muda kita, untuk apa kita pergunakan. Apakah untuk melaksanakan taat kepada Allah ataukah hanya bermain-main saja ? Tentang harta kita, dari mana kita peroleh, halalkah ia atau haram ? Dan untuk apa kita belanjakan, apakah untuk bersedekah ataukah hanya untuk berfoya-foya? Dan terus kita muhasabah terhadap diri kita dari hari-hari yang telah kita lalui.

Perlu kita ingat, umur kita semakin berkurang. Kematian pasti akan menjemput kita. Dosa terus bertambah. Lakukanlah taubat sebelum ajal menjemput kita. Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali lagi.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخَوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُواْ رَبَّنَا إِنَّكّ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نًافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ وَآَخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.

Mengingat Kematian
Dipublikasi pada Jum'at, 22 April 2005 oleh abufaiz97
Artikel ini telah dibaca 3197 kali.
Topik: Lembar Jum'at



Meskipun demikian, manusia pada umumnya tidak suka, bahkan sangat takut pada kematian. Bagi sebagian orang, kematian sangat menakutkan. Mereka membayangkan kematian sebagai peristiwa yang amat tragis dan mengerikan. Dalam buku Mizan al-'Amal, Imam Ghazali menjelaskan beberapa alasan mengapa manusia takut terhadap kematian....
----------

Kematian merupakan kepastian. Tak seorang pun dapat menghindar dan
melepaskan diri dari cengkeramannya. Firman Allah SWT, ''Katakanlah:
Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata.'' (Al-
Jum'ah: 8).

Meskipun demikian, manusia pada umumnya tidak suka, bahkan sangat
takut pada kematian. Bagi sebagian orang, kematian sangat menakutkan.
Mereka membayangkan kematian sebagai peristiwa yang amat tragis dan
mengerikan. Dalam buku Mizan al-'Amal, Imam Ghazali menjelaskan
beberapa alasan mengapa manusia takut terhadap kematian. Pertama,
karena ia ingin bersenang-senang dan menikmati hidup ini lebih lama
lagi. Kedua, ia tidak siap berpisah dengan orang-orang yang dicintai,
termasuk harta dan kekayaannya yang selama ini dikumpulkannya dengan
susah payah. Ketiga, karena ia tidak tahu keadaan mati nanti seperti
apa. Keempat, karena ia takut pada dosa-dosa yang selama ini ia
lakukan.

Walhasil, manusia takut karena ia tidak pernah ingat kematian dan
tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menyambut kehadirannya.
Manusia, kata Ghazali, biasanya ingat kematian hanya kalau tiba-tiba
ada jenazah lewat di depannya. Seketika itu, ia membaca
istirja': ''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.'' Namuan, istirja'
yang dibaca itu hanyalah di mulut saja, karena ia tidak secara benar-
benar ingin kembali kepada Allah dengan ibadah dan amal saleh. Jadi,
kalau demikian, agar tidak alergi dan fobia dengan kematian, manusia,
menurut Ghazali, harus sering-sering ingat kematian sebagaimana sabda
Rasulullah SAW, ''Perbanyaklah olehmu mengingat kematian, si
penghancur segala kesenangan duniawi.'' (HR Ahmad).

Menurut Ghazali, ingat kematian akan menimbulkan berbagai kebaikan.
Di antaranya, membuat manusia tidak ngoyo dalam mengejar pangkat dan
kemewahan dunia. Ia bisa menjadi legawa (qona'ah) dengan apa yang
dicapainya sekarang, serta tidak akan menghalalkan segala cara untuk
memenuhi ambisi pribadinya. Kebaikan lain, manusia bisa lebih
terdorong untuk bertobat alias berhenti dari dosa-dosa, baik dosa
besar maupun dosa kecil. Lalu, kebaikan berikutnya, manusia bisa
lebih giat dalam beribadah dan beramal saleh sebagai bekal untuk
kebaikannya di akhirat kelak. Dengan berbagai kebaikan ini, orang-
orang tertentu seperti kaum sufi tidak takut dan tidak gentar
menghadapi kematian. Mereka justru merindukannya, karena hanya lewat
kematian mereka dapat menggapai kebahagiaan yang sebenar-benarnya,
yaitu berjumpa dengan Allah dalam ridha dan perkenan-Nya.

Inilah anugerah dan kabar gembira dari Allah kepada mereka. Firman-
Nya, ''Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah
Allah', kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat
akan turun kepada mereka seraya berkata, 'Janganlah kamu merasa takut
dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan
surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu'.'' (Fushshilat: 30).

Hari yang Lamanya Lima Puluh Ribu Tahun
Dipublikasi pada Jum'at, 20 Juni 2008 oleh abufaiz97
Artikel ini telah dibaca 2176 kali.
Topik: Lembar Jum'at



Sungguh, suatu hari yang sulit dibayangkan! Apalagi -karena matahari begitu dekat dari kapala manusia- selama hari itu berlangsung manusia bakal basah dengan keringat masing-masing sebanding dosa yang telah dikerjakannya sewaktu di dunia. Ada yang keringatnya hanya sampai mata kakinya. Ada yang mencapai pinggangnya. Ada yang mencapai lehernya. Bahkan ada yang sampai tenggelam dalam keringatnya....
----------

Oleh: Ihsan Tandjung

Tokoh penuh hikmah Luqmanul Hakim pernah menasihati anaknya. ”Anakku, hiduplah untuk duniamu sesuai porsi yang Allah berikan. Dan hiduplah untuk akhiratmu sesuai porsi yang Allah berikan.” Tak seorangpun tahu berapa lama jatah hidupnya di dunia fana ini. Ada yang mencapai 60, 70 atau 80-an tahun. Ada yang bahkan berumur pendek. Wafat saat masih muda beliau. Yang pasti tak seorangpun bisa memastikan porsi umurnya didunia. Pendek kata Wallahu a’lam, Allah saja yang Maha Tahu.

Adapun jatah hidup kita kelak di akhirat adalah tidak terhingga. Kita insyaAllah bakal hidup kekal selamanya di sana.

Alangkah senangnya bila hidup kekal tersebut dipenuhi dengan kenikmatan surga. Namun, sebaliknya, alangkah celakanya bila kehidupan abadi tersebut diisi dengan siksa neraka yang menyala-nyala. ”Ya Allah, kami mohon kepadaMu surgaMu dan apa-apa yang mendekatkan kami kepadanya, baik ucapan maupun perbuatan. Ya Allah, kami berlindung kepadaMu dari siksa nerakaMu dan apa-apa yang mendekatkan kami kepadanya, baikucapan maupun perbuatan.”

Artinya, jika kita bandingkan lama hidup di dunia dengan di akhirat, maka jatah hidup di dunia sangatlah sedikit. Sedangkan hidup manusia di akhirat sangat luar biasa lamanya. Praktis, hidup manusia di dunia seolah zero time (nol masa waktu) dibandingkan hidup di akhirat kelak. Wajar bila Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sampai mengibaratkan dunia bagai sebelah sayap seekor nyamuk. Artinya sangat tidak signifikan. Dunia sangat tidak signifikan untuk dijadikan barang rebutan.

Orang beriman kalaupun turut berkompetisi atau berjuang di dunia hanyalah sebatas mengikuti secara disiplin aturan main yang telah Allah subhaanahu wa ta’aala gariskan. Mereka tidak mengharuskan apalagi memaksakan hasil. Sehingga bukanlah menang atau kalah yang menjadi isyu sentral, melainkan konsistensi (baca: istiqomah) di atas jalan Allah. Berbeda dengan orang-orang kafir dan para hamba dunia lainnya. Mereka tidak pernah peduli dengan aturan main Allah subhaanahu wa ta’aala. Yang penting harus menang. Prinsip hidup mereka adalah It’s now or never (Kalau tidak sekarang, kapan lagi...?!). Sedangkan prinsip hidup orang beriman adalah If it’s not now then it will be in the Hereafter (Kalaupun tidak sekarang, maka masih ada nanti di akhirat). Sehingga orang beriman akan selalu tampil elegan, tidak norak ketikaterlibat dalam permainan kehidupan dunia. Sebab kalaupun ia kalah di dunia, ia sadar dan berharap segala usahanya yang bersih tersebut tidak menyebabkan kekalahan di akhirat. Sementara kalau ia menang di dunia ia sadar dan berharap segala amal ikhlasnya bakal menyebabkan kemenangan di akhirat yang jauh lebih menyenangkan.

Di antara perkara yang selalu membuat orang beriman berlaku wajar di dunia adalah ingatannya akan hari ketika manusia dibangkitkan. Saat mana setiap kita bakal dihidupkan kembali dari kubur masing-masing lalu dikumpulkan di Padang Mahsyar. Tanpa pakaian apapun di badan dengan matahari yang jaraknya sangat dekat dengan kepala manusia. Seluruh manusia bakal hadir semua sejak manusia pertama, Adam alaihis-salaam, hingga manusia terakhir. Semua menunggu giliran diperiksa dan diadili orang per orang. Sebuah proses panjang serta rangkaian episode harus dilalui sebelumakhirnya tahu apakah ia bakal senang selamanya di akhirat dalam surga Allah ataukah sengsara berkepanjangan di dalam api neraka. Proses panjang tersebut akan berlangsung lima puluh ribu tahun sebelum jelas bertempat tinggal abadi di surgakah atau neraka. Laa haula wa laa quwwata illa billah...! Begitulah gambaran yang diberikan oleh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.

Abu Hurairah r.a.berkata bahwa, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak seorang pun pemilik simpanan yang tidak menunaikan haknya (mengeluarkan hak harta tersebut untuk dizakatkan) kecuali Allah akan menjadikannya lempengan-lempengan timah yang dipanaskan di neraka jahanam, kemudian kening dan dahi serta punggungnya disetrika dengannya hingga Allah SWT berkenan menetapkan keputusan di antara hamba-hambaNyapada hari yang lamanya mencapai lima puluh ribu tahun yang kalian perhitungkan (berdasarkan tahun dunia). (Baru) setelah itu ia akan melihat jalannya, mungkinke surga dan mungkin juga ke neraka.” (HR Ahmad 15/288)

Sungguh, suatu hari yang sulit dibayangkan! Apalagi -karena matahari begitu dekat dari kapala manusia- selama hari itu berlangsung manusia bakal basah dengan keringat masing-masing sebanding dosa yang telah dikerjakannya sewaktu di dunia. Ada yang keringatnya hanya sampai mata kakinya. Ada yang mencapai pinggangnya. Ada yang mencapai lehernya. Bahkan ada yang sampai tenggelam dalam keringatnya. Hari itusedemikian menggoncangkan sehingga para sahabatpun sempat resah. Mereka meminta kejelasan kepada Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana akan sanggup melewati hari yang begitu lamanya, yakni hingga lima puluh ribu tahun. Maka Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menenteramkan hati mereka dengan menjanjikan adanya dispensasi khusus dari Allah subhaanahu wata’aala bagi orang beriman pada hari itu.

Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw: ”Sehari seperti lima puluh ribu tahun… Betapa lamanya hari itu!” Maka Rasulullah saw bersabda: ”Demi jiwaku yang berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya hari itu dipendekkan bagi mu’min sehingga lebih pendekdaripada sholat wajibnya sewaktu di dunia.” (HR Ahmad 23/337)

Alhamdulillahi rabbil 'aalamiin. Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang beriman sejati sehingga kami sanggup menjalani hari yang tidak ada naungan selain naunganMu. Amin.-


Sendiri dalam Sunyi
Dipublikasi pada Jum'at, 11 April 2008 oleh abufaiz97
Artikel ini telah dibaca 2032 kali.
Topik: Lembar Jum'at



Hati mirip seperti mata, bisa melihat. Demikian yang dikatakan Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid dalam kitab Al Awa'iq. Sebagaimana mata, kemampuan hati dalam melihat berbeda-beda. Ada yang mampu melihat dari jarak yang cukup jauh. Ada pula yang bahkan tidak mampu melihat benda besar yang ada di hadapannya. Begitupun hati, ada yang bisa merasakan kekurangan dirinya yang kecil....
----------

"Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku karena apa yang mereka katakan tentang aku. Berikanlah kebaikan padaku dari apa yang mereka sangkakan kepadaku. Ampunilah aku karena apa yang tidak mereka ketahui tentang diriku." (Ali bin Abi Thalib ra)

Sebuah kebaikan, memang lebih baik jika dilakukan tanpa diketahui oleh orang lain. Amal-amal ibadah, utamanya yang sunnah, menjadi sangat bernilai bagi kita, jika kita bisa melakukannya tanpa pengetahuan orang lain. Beribadah, bermunajat, mengadu, berdzikir, membaca ayat-ayat-Nya, sendirian. Tanpa orang lain, siapapun. Mengakui kealpaan, memohon ampun, menyerahkan semua urusan kepada-Nya, sendirian. Tak ada orang lain, siapapun.

Itu sebabnya, Allah swt memerintahkan kita mengisi sepertiga malam terakhir, saat paling sunyi, dengan memperbanyak ibadah sunnah dan berdoa. Soal kesunyian ini, Rasulullah saw juga mengisyaratkan bahwa do'a seorang Muslim pada saudaranya, di saat sunyi dan tidak diketahui orang lain, cenderung lebih mustajab dan lebih mudah diterima oleh Allah swt.

Ibnu Athaillah rahimahullah pernah membahas masalah ini lebih jauh dan dalam. Katanya, "Kebanggaanmu bila orang lain melihat kelebihanmu adalah bukti ketidakjujuranmu dalam beribadah. Maka kosongkanlah pandangan orang lain terhadap dirimu. Cukup bagimu pandangan Allah terhadap dirimu. Tidak perlu kamu tampil di hadapan mereka agar engkau terlihat di mata mereka." Ibnu Athaillah mengungkapkan sisi-sisi gelap dalam hati seseorang, yang sulit diraba keberadaannya. Ketidakjujuran seseorang dalam beribadah, ternyata bisa dinilai dari perasaan bangga atau tidak bila ada orang lain yang melihat kebagusan ibadahnya. Semoga Allah swt membukakan pintu rahmat dan ampunan-Nya untuk kita semua.

Saudaraku,
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengibaratkan suasana sunyi dan tenang itu sebagai pendingin bagi otak yang menjadi tempat berpikir. la mengatakan, "Otak diciptakan dalam keadaan panas (hangat) karena digunakan sebagai tempat untuk berpikir. Karena itu di dalamnya harus ada zat pendingin dan ia butuh tempat yang tenang, kokoh, bersih dari kotoran dan noda, sunyi dan terhindar dari keramaian dan keributan." Ibnul Qayyim yang menjadi murid Imam Ibnu Taimiyah itu lalu menggaris bawahi bahwa pikiran yang bersih, daya ingat yang hebat dan analisa yang tepat itu keluar ketika badan dalam badan tenang, tidak terlalu sibuk dan terhindar dari goncangan-goncangan yang menyibukkan.

Begitulah saudaraku,
Banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh dari beribadah dan melakukan amal kebaikan tanpa pengetahuan orang. Para ulama mengatakan bahwa ibadah dan kebaikan yang dilakukan dalam kondisi sunyi, selain bisa lebih memberi kekhusyu'an, lebih meningkatkan keikhlasan, juga bisa mengajarkan kita untuk tidak memiliki sikap banyak bicara dalam bekerja dan beramal. Artinya, amal-amal di waktu sunyi, mendidik pelakunya untuk lebih banyak bekerja daripada berbicara.

Ada istilah menarik tentang hal ini yang disampaikan oleh Abdul Qadir Al Kailani. Ia mengistilahkannya dengan dengan kalimat as-shumtu sindan, yang berarti diamnya rayap. Rayap binatang yang hampir tak pernah berhenti memakan kayu dan membangun rumahnya. Rayap bekerja nyaris tanpa suara, dan tak pernah berhenti. Pekerjaan yang dilakukan rayap, menurut Abdul Qadir Al Kailani, mengajarkan kita bagaimana sikap gigih dan keseriusan bekerja serta melakukan banyak perubahan tanpa peduli apakah pekerjaannya itu diketahui oleh orang lain ataupun tidak. Perhatikanlah kata-katanya, "Yang kuingini dari kalian adalah kerja-kerja tanpa bicara. Itu bisa dilakukan oleh orang yang mengerti dan bekerja karena Allah. Bak binatang rayap yang terus menerus menggerogot, tanpa kata-kata. Ia berjalan di atas bumi. Ia lakukan perubahan dan pergantian. Tapi bumi tuli terhadap kerja-kerja rayap." (Al Fathur Rabbani/36-37)

Saudaraku,
Semoga kita bisa terhindar dari suasana yang merusak upaya kita untuk terus menerus melakukan amal amal shalih. Semoga kita terjauhkan dari perilaku yang menghalangi usaha kita dalam menebar kebaikan. Perhatian orang, pembicaraan orang, hingga pujian orang karena kita memiliki kelebihan dan kebaikan di mata mereka, bisa menjadi salah satu pintu fitnah. Karena itulah, para salafushalih, umumnya lebih gemar menjadi orang yang tidak dikenal, tapi memiliki prestasi ibadah dan pengorbanan yang sangat hebat. Mereka lebih senang beramal secara diam-diam dan tak diberitakan orang. Mereka lebih suka menjadi prajurit bayangan yang rela berkorban namun tidak diketahui dan tidak dikenal orang.

Saudaraku,
Hati mirip seperti mata, bisa melihat. Demikian yang dikatakan Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid dalam kitab Al Awa'iq. Sebagaimana mata, kemampuan hati dalam melihat berbeda-beda. Ada yang mampu melihat dari jarak yang cukup jauh. Ada pula yang bahkan tidak mampu melihat benda besar yang ada di hadapannya. Begitupun hati, ada yang bisa merasakan kekurangan dirinya yang kecil. Tapi ada juga yang tidak bisa mengetahui aib dan kekurangan dirinya yang besar dan banyak. Kekuatan pandangan hati, sangat kuat kaitannya dengan kekuatan pemahaman dan kekuatan cahaya iman di dalamnya. Hati bisa semakin menurun kualitas dan kekuatannya, karena kebodohan ilmu dan redupnya cahaya iman oleh kemaksiatan.

Waspadailah pujian yang bisa menurunkan kualitas hati meraba kekurangan dan aib diri sendiri. Salah satu do'a Ali bin Abi Thalib ra yang terkenal ketika ia mendapat pujian dari orang lain, adalah: "Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku karena apa yang mereka katakan tentang aku. Berikanlah kebaikan padaku dari apa yang mereka sangkakan kepadaku. Ampunilah aku karena apa yang tidak mereka ketahui tentang diriku."

Saudaraku,
Mari tenggelam dalam kesunyian. Hanyut dalam keheningan. Mendengarkan setiap tarikan nafas. Merasakan detak dan irama jantung. Bertafakkur, bermunajat, berdo'a, beribadah kepada Allah swt di waktu sunyi. Saat tak ada orang lain yang mengetahui amal-amal kita. Ketika tak satupun orang yang memperhatikan kita...

Dikutip dari “Mencari Mutiara di Dasar Hati”
Muhammad Nursani


Tiga Nasehat
Author: Choirul Fata | Posted at: 07:29 | Filed Under: tausiah |
Arif Prasetyo Aji. Siapapun orangnya, nasihat amat dibutuhkan oleh manusia agar ketika hidup belum baik bisa diarahkan menjadi baik dan bila sudah baik bisa ditingkatkan lagi menjadi lebih baik. Karena itu setiap kita harus meminta nasihat dari orang lain dan mencarinya dari catatan generasi terdahulu.

Salah satu nasihat yang bagus untuk kita hayati dan kita wujudkan dalam kehidupan kita adalah dari sahabat Nabi Muhammad saw yang menjadi khalifah, yaitu Ali bin Abi Thalib. Nasihat beliau yang amat bagus itu dicatat oleh Imam Nawawi Al Bantani dalam kitabnya Nashaihul Ibad, yaitu :

"Dari sekian banyak nikmat dunia, cukuplah Islam sebagai nikmat bagimu, dari sekian banyak kesibukan, cukuplah ketaatan sebagai kesibukan bagimu, dan dari sekian banyak pelajaran, cukuplah kematian sebagai pelajaran bagimu."

Dari ungkapan di atas, Ali bin Abi Thalib memberi tiga nasihat untuk kita laksanakan dalam kehidupan yang singkat ini.

ISLAM SEBAGAI KENIKMATAN

Dalam hidup ini, kita ingin mendapatkan kenikmatan yang banyak, namun dari sekian banyak kenikmatan, Islam sebagai agama harus kita jadikan dan kita rasakan sebagai kenikmatan yang paling pokok dan yang paling besar. Hal ini karena memiliki agama yang benar sehingga bisa menjadi petunjuk hidup yang benar merupakan sesuatu yang amat berharga baik di dunia maupun di akhirat, apalagi Allah swt telah menyatakan Islam sebagai agama yang sempurna dan kenikmatan yang dicukupkan.

Allah swt berfirman : "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu ." (QS Al Maidah [5]:3)

Manakala Islam telah kita akui sebagai kenikmatan terbesar, maka kita akan sangat antusias untuk menjalani kehidupan ini sesuai dengan nilai-nilai Islam dan ketika Islam kita laksanakan maka kitapun bisa merasakan kenikmatannya yang membuat kita akan terus menjalankan ajaran Islam.

Kalau Islam boleh kita umpamakan seperti makanan lezat, maka hanya orang sakit yang tidak antusias dan tidak bisa merasakan kelezatannya, karenanya bila di dalam hati terdapat penyakit, maka kita tidak antusias melaksanakan Islam dan bila kita laksanakan juga kitapun tidak merasakan kelezatannya, begitulah yang dirasakan oleh orang-orang munafik.

Allah swt berfirman : "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." (QS Al Baqarah [2]:11)

Karena Islam merupakan kenikmatan terbesar dalam hidup di dunia dan akhirat, maka setiap kita akan selalu bersemangat dalam menjalankan ajaran Islam, bahkan kita akan membagi kelezatan Islam itu lepada orang lain dengan mendakwahkannya.

KETAATAN SEBAGAI KESIBUKAN

Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta ketaatan kepada manusia dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan ketaatan lepada Allah dan Rasul-Nya merupakan sesuatu yang harus kita wujudkan dalam kehidupan ini, bahkan hal ini harus menjadi kesibukan kita seharí-hari. Karenanya Allah swt menghimbau secara khusus kepada orang-orang yang beriman sebagaimana firman-Nya :

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS An NIsa [4]:59)

Karena ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya harus menjadi kesibukan utama kaum muslimin, maka segala seruan dalam kerangka itu selalu disambut secara positif .

Sebagaimana firman Allah swt : "Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, 'Kami mendengar, dan Kami patuh' dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung."(QS An Nur [24]:51)

Salah satu keuntungan sangat penting yang kita peroleh bila sibuk dalam ketaatan adalah petunjuk dari Allah swt yang lebih banyak lagi, hal ini dinyatakan Allah swt dalam firman-Nya :

"Katakanlah : "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang". (QS An Nur [24]:51). (QS An Nur [24]:54)

Bila di dunia sudah memperoleh petunjuk dari Allah swt yang membuatnya semakin sibuk dalam ketaatan, maka pahala yang besar akan diperolehnya dan Allah swt menjamin tidak dikurangi sedikitpun, hal ini ditegaskan di dalam firman-Nya :

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah : "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al Hujurat [49]:14).

Bila sudah demikian, maka di akhirat orang yang taat lepada Allah dan Rasul-Nya dipastikan masuk ke dalam surga, hal ini dinyatakan dalam firman-Nya :

"Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar ."(QS An NIsa [4]:134)

KEMATIAN SEBAGAI PELAJARAN

Mati merupakan suatu kepastian yang akan dialami oleh setiap orang, namun tidak sedikit manusia yang lupa bahwa dia akan mati sehingga di dalam Islam dikenal adanya perintah untuk dzikrul maut atau mengingat kematian. Lupa mati bisa dipahami dalam arti manusia memang lupa bahwa dia akan mati, namun bisa jadi ia lupa akan bekal amal shaleh yang harus dipersiapkan untuk kehidupan sesudah kematian.

Dalam kaitan inilah, maka ketika ada orang yang mati, seharusnya hal itu menjadi pelajaran yang sangat berharga. Oleh karena itu banyak pelajaran yang harus kita ambil untuk menjalani kehidupan yang baik dari kematian seseorang, apa yang dikemukakan oleh Ali bin Abi Thalib memang didasari oleh hadits Rasulullah saw :

"Cukuplah kematian sebagai pelajaran atau nasihat" (HR. Ahmad)

Bila kita sudah bisa mengambil pelajaran dari kematian seseorang, maka paling tidak ada dua hal penting yang harus kita lakukan dalam hidup ini. Pertama, kita akan berusaha untuk mati dalam keadaan tunduk, patuh dan taat kepada Allah swt setiap saat. Karena mati merupakan rahasia Allah swt yang bisa terjadi kapan saja, karenanya bagi kita tidak penting kapan enaknya mati tapi yang terpenting adalah apakah kita mati dalam ketundukan atau tidak.

Allah swt berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam" (QS Ali Imran [3]:102)

Kedua, selalu memperbanyak amal shaleh dalam hidup ini karena mati bukanlah akhir dari segalanya tapi mati justeru sebenarnya awal dari kehidupan yang baru. Yakni kehidupan akhirat yang enak atau tidaknya sangat tergantung pada seberapa banyak amal shaleh yang kita lakukan dalam hidup ini, Allah swt berfirman :

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS Al Kahfi [18]:110)

Manakala nasihat di atas bisa kita wujudkan dalam hidup ini, niscaya kehidupan bisa kita jalan kan dengan baik sebagaimana yang diinginkan Allah swt dan Rasul-Nya.

Wassalam

Khutbah Jum’at - 20051216
Masuk Kategori: Khutbah Jumat & Pengajian
Persoalan jiwa dan ruh merupakan persoala gaib, karena keberadaannya yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia pada umumnya. Persoalan ini seringkali (selalu?) sulit dicapai oleh akal manusia, karena ALLOH memang memberi SANGAT SEDIKIT ilmu ttg ruh/jiwa ini kepada manusia. ALLOH sendiri telah berfirman:”Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al Isra(17):85)
Jika ruh/jiwa telah diangkat dari jasad, berarti manusia tersebut dinyatakan mati (secara fisik). Namun keberadaan ruh/jiwa akan selalu hidup. Berkaitan dg mati, Rasululloh telah bersabda,”Sering2lah mengingat mati agar teringat dosa yg pernah dilakukan dan senantiasa memperbanyak amal ibadah.” Hal ini diserukan Rasululloh karena banyaknya manusia yg lupa akan datangnya mati (satu saat kelak).
Awet muda merupakan hal RELATIF, karena waktu tidak akan bisa membohongi diri kita…dan kelak, satu saat, kematian akan datang. TIDAK MUNGKIN bagi kita untuk MENGHINDAR DARI KEMATIAN, karena kematian adalah ciptaan ALLOH juga, sebagaimana dalam firman-Nya,”Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (Al Imran(4):78) dan “Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).”(Al An’am(6):2).
Kematian di dunia merupakan proses awal untuk kebangkitan di akhirat kelak. Bisa juga dikatakan kematian merupakan proses akhir hidup (sementara) di dunia dan awal dari proses hidup (kekal) di akhirat.
(proses) Hidup juga merupakan ciptaan ALLOH, sehingga kita tidak bisa mengaturnya. Kita hanya bisa mengatur bagaimana proses hidup yg akan kita jalani, sehingga saat kematian tiba kita tidak menyesal dg kehidupan yg telah kita jalani.

Khutbah Terakhir Rasulullah SAW
Kategori: Bengkel Hati
Diposting oleh rexisco pada Senin, 07 September 2009
[166 Dibaca] [0 Komentar]

Wahai Manusia,dengarlah baik-baik apa yang hendak ku katakan. Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh karena itu dengarlah dengan teliti kata-kataku dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir disini pada hari ini.

Wahai manusia, sebagaimana kamu menganggap bulan ini dan kota ini sebagai suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak. Janganlah kamu sakiti siapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu lagi. Ingatlah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu dan Dia pasti membuat perhitungan diatas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba, oleh karena itu segala urusan yang melibatkan riba dibatalkan mulai sekarang.

Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu. Dan dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutinya dalam perkara-perkara kecil.

Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas isteri kamu, mereka juga mempunyai hak atas kamu.Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka ke atas kamu maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang. Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik, berlemah-lembutlah terhadap mereka karena sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu yang setia. Dan hak kamu atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina.

Wahai manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kata-kata ku ini, Sembahlah Allah, Dirikanlah sholat lima kali sehari, Berpuasalah di Bulan Ramadhan dan Tunaikanlah Zakat dari harta kekayaan kamu. Kerjakanlah ibadat Haji sekiranya kamu mampu. Ketahuilah bahwa setiap Muslim adalah bersaudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama, tidak seorang pun yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam Taqwa dan beramal sholih.

Ingatlah, bahwa kamu akan menghadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan diatas segala apa yang telah kamu kerjakan. Oleh karena itu awasilah agar jangan sekali-kali terkeluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku.

Wahai manusia, tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kataku yang telah aku sampaikan kepada kamu. Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al-Quran dan Sunnahku.

Hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku menyampaikan pula kepada orang lain. Semoga yang terakhir lebih memahami kata-kataku dari mereka yang terus mendengar dari ku. Saksikanlah Ya Allah bahawasanya telah aku sampaikan risalah Mu kepada hamba-hamba mu.

(Khutbah ini disampaikan oleh Rasululloh SAW pada 9 Zulhijjah Tahun 10 Hijriyah di Lembah Uranah,Gunung Arafah.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar